Cantik, pintar dan berkuasa di pemerintahan, tampaknya adalah paduan yang sempurna. Tak banyak perempuan yang beruntung memiliki kelebihan tersebut di dunia, ini 5 di antaranya:
1. Menlu Pakistan Hina Rabbani Khar
Pada 19 Juli 2011, Hina Rabbani Khar dilantik sebagai Menteri Luar Negeri Pakistan dalam usia 34 tahun. Khar tercatat sebagai perempuan pertama sekaligus termuda yang menjabat sebagai Menlu dalam sejarah Pakistan.
Dengan duduk di kabinet di usia 34 tahun, Khar memecahkan rekor orang termuda di kabinet yang semula dipegang oleh mantan Perdana Menteri Pakistan Zulfiqar Ali Bhutto. Bhutto mendapat kursi di kabinet pada usia 35 tahun.
Hina Rabani lahir pada 19 Januari 1977 di Multan, Punjab. Dia adalah anak perempuan politisi Malik Ghulam Noor Rabbani Khar dan keponakan dari Malik Ghulam Mustafa Khar. Ayahnyalah yang membimbingnya masuk ke dunia politik, dunia yang benar-benar berbeda dari latar belakang pendidikannya.
Hina sebelunya mengenyam pendidikan ilmu manajemen di Universitas Lahore. Dia pun menyabet gelar MBA di bidang perdagangan dan pariwisata Universitas Massachusetts. Nama Hina tercantum sebagai salah satu pemimpin muda di daftar World Economic Forum.
Namanya di dunia bisnis pun moncer karena dia merupakan salah satu pemilik Polo Lounge, sebuah restoran kelas atas yang populer di Lahore. Istri dari pebisnis Feroz Gulzar ini dikenal sebagai sosok yang rendah hati, profesional dan memahami benar pekerjaannya. Kendati terkenal, tidak sulit menghubungi Hina. Itulah makanya, sisi positif lebih banyak dikenal dari sosoknya.
Hina pernah menjadi menteri junior urusan ekonomi di masa Presiden Pervez Musharraf. Pada pemilihan 2008 ia bergabung dengan Partai Rakyat Pakistan pimpinan Perdana Menteri Benazir Bhutto. Kala itu, dia terpilih sebagai anggota parlemen. Tak lama, dia ditunjuk menjadi menteri muda keuangan, sebelum masuk ke Kementerian Luar Negeri
2. PM Thailand Yingluck Shinawatra
Yingluck adalah PM perempuan pertama di Thailand. Lahir 21 Juni 1967, dia adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara pasangan Lert dan Yindee Shinawatra. Umurnya selisih 18 tahun dari mantan PM Thaksin Shinawatra yang kini buron, yang merupakan anak tertua di keluarga Shinawatra.
Perempuan cantik tersebut adalah lulusan ilmu politik dari Universitas Chiang Mai, Thailand. Ia lalu menyabet gelar master dalam bidang administrasi publik dari Kentucky State University, Amerika Serikat (AS).
Kembali ke Thailand pada 1990, ia mengambil posisi di berbagai kerajaan bisnis kakaknya. Yingluck adalah mantan presiden Shin Corp, raksasa perusahaan telekomunikasi milik Thaksin, yang terjerat skandal pajak pada tahun 2006. Saat ini, Yingluck tercatat sebagai presiden SC Aset Corp, perusahaan properti milik keluarga Shinawatra.
Latar belakang bisnis itu membuat ibu satu anak ini diragukan banyak pihak ketika memutuskan terjun ke dunia politik. Yingluck memang politikus yang tergolong pemula. Namun, ia mengaku mewarisi sifat dan bakat politik Thaksin yang dikudeta oleh militer tahun 2006.
Pengamat dari Institut Studi Asia Tenggara di Singapura, Michael Montesano, mengatakan, Yingluck dilihat sebagai wajah segar di tengah berbagai skandal yang melibatkan para elite politik di Thailand. Masyarakat menginginkan figur yang baru, cukup muda, dan menarik untuk memimpin Thailand di masa depan.
Statusnya sebagai adik kandung mantan PM yang kontroversial tidak memiliki dampak apa pun terhadap popularitas Yingluck. Namun, lanjut Montesanoe, keberhasilan Yingluck sebagian juga disumbangkan oleh kecerdasannya dalam berkampanye.
3. PM Australia Julia Gillard
Julia Eileen Gillard adalah PM wanita pertama di Australia sejak 2010. Dilahirkan di Barry, Vale of Glamorgan, Wales, Inggris, pada 29 September 1961, Julia adalah putri kedua dari pasangan John Gillard dan Moira Gillard. Ayahnya seorang pekerja tambang batu bara di Wales, Inggris.
Sejak lahir, Julia menderita gangguan paru-paru, karena itu para dokter menyarankan bahwa Julia akan sembuh jika tinggal di lingkungan dengan iklim yang lebih hangat. Maka pada tahun 1966, keluarga Gillard bermigrasi ke Australia dan bermukim di Adelaide. Saat itu Julia berumur 4 tahun.
Julia mengambil mata kuliah hukum di University of Adelaide. Di tahun kedua studinya, Julia mulai berkecimpung di dunia politik dengan bergabung pada Klub Buruh dan terlibat dalam kampanye untuk memerangi pemotongan anggaran pendidikan negara bagian setempat. Pada tahun 1983 Julia pindah ke Melbourne dan menjadi wanita kedua yang memimpin badan Perserikatan Mahasiswa Australia.
Setelah menamatkan kuliahnya, Julia bekerja sebagai pengacara di firma hukum besar Slater and Gordon. Perlahan kariernya meningkat hingga menjadi mitra firma tersebut. Namun kemudian Julia yang bergelar Sarjana Hukum itu beralih ke bidang politik dengan menjadi kepala staf pemimpin oposisi Victoria saat itu John Brumby.
Pada tahun 1998, Julia masuk ke parlemen dengan terpilih menjadi anggota Divisi Elektoral Australia. Sejak itu Julia terus menancapkan kukunya di panggung politik.
Pada tahun 2006, Julia dan Kevin Rudd bergabung utuk menggulingkan kepemimpinan Partai Buruh saat itu, Kim Beazley dan Jenny Macklin. Kurang dari setahun kemudian, Partai Buruh merebut kekuasaan dan Rudd terpilih menjadi PM sedangkan Julia menjadi deputi PM.
Dalam wawancara 2007 dengan sebuah media, Julia mengungkapkan bahwa sejak dulu dirinya bercita-cita menjadi guru.
"Saya dulu berpikir ingin menjadi guru sekolah.... Saya pikir itu akan menjadi pekerjaan yang menarik, melihat mata-mata para pemuda bersinar dengan informasi baru
4. Presiden Argentina Cristina Fernandez de Kirchner
Cristina Fernandez de Kirchner lahir pada 19 Februari 1953 di La Plata, ibukota Provinsi Buenos Aires, kota di mana dia kemudian lulus sebagai sarjana hukum. Dia menikahi Nestor de Kirchner yang dikenalnya saat kuliah pada 1975. Pada tahun 1980-an dia memasuki dunia politik bersama suaminya.
Pada 1991, Kirchner terpilih sebagai gubernur Santa Cruz. Dia menang dua periode, sedangkan Cristina mendukungnya sebagai deputi. Kirchner kemudian menjadi presiden tahun 2003 saat terjadi krisis ekonomi dan sosial di Argentina, sedang Cristina menjadi senator yang mendukung kebijakan suaminya mengatasi krisis.
Cristina menjadi senator pertama yang memiliki kantor di istana presiden, yang memicu kritik dari oposisi. Cristina mendampingi suaminya sebagai presiden pada 2003-2007 dan sukses mengangkat Argentina dari krisis. Kesuksesan suaminya mengantarkan kemenangan Cristina sebagai presiden dalam pemilu 2007. Pada 2011, dia terpilih untuk kedua kalinya.
Sebagai First Lady yang kemudian menjadi presiden, Cristina merupakan ikon fashion di dunia perempuan dan dikenal aktif membela HAM, pengentasan kemiskinan dan perbaikan jaminan kesehatan.
Cristina sering dibandingkan dengan Evita Peron, Ibu Negara Argentina yang legendaris, yang sosoknya diperankan oleh Madonna dalam sebuah film. Hanya saja, Evita tidak pernah dipilih dalam pilpres. Sebaliknya, Cristina adalah presiden perempuan pertama yang menang lewat pilpres.
5. Menlu Hillary Clinton
Hillary Rodham Clinton mendampingi Bill sebagai Ibu Negara AS selama dua periode. Lengser dari Gedung Putih, dia menjadi Senator untuk New York selama 8 tahun. Lalu dia bertarung merebutkan kursi kandidat presiden dari Partai Demokrat melawan Barack Obama pada 2008, namun kalah.
Obama lantas memintanya sebagai Menteri Luar Negeri (Menlu) dan diambil sumpah pada 22 Januari 2009. Pada Juni 2010, Hillary disebut-sebut diplot menjadi wapres Obama di periode kedua. Namun pada 16 Maret 2011 Hillary mengumumkan bahwa dia tidak akan menjadi Menlu, Menhan atau Wapres untuk Obama setelah 2012. Dia juga menegaskan tidak akan mencapreskan diri pada Pilpres 2012.
Hillary lahir di Chicago pada 26 Oktober 1947. Lulus dari Sekolah Hukum Yale pada 1973, dia menikah dengan Bill pada 1975. Hillary aktif berkampanye tentang hak-hak wanita, kesehatan dan penciptaan lapangan kerja. Dia merupakan sosok papan atas di dalam negeri maupun di dunia internasional.
Sukses di dunia politik, kehidupan pribadi Hillary juga menjadi sorotan. Ini terkait wanita-wanita di sekitar suaminya yang flamboyan. Setidaknya dua kali Bill diguncang affair yaitu dengan Gennifer Flowers dan Monica Lewinsky, namun dua kali pula Hillary menolak tekanan agar dia menceraikan Bill. Hillary juga mempertahankan Rodham, nama keluarganya,di selain memasang nama suaminya. Disebut-sebut ini merupakan cerminan independensi.